PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN

Prinsip-Prinsip Pembelajaran Beracuan Konstruktivisme

Secara teoritis, pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran matematika di tanah air mulai banyak diperbincangkan para guru. Namun secara praktis, belum banyak kita membaca laporan hasil pengembangan pembelajaran khususnya matapelajaran matematika di sekolah yang beracuan pandangan tersebut. Hal ini bisa dimaklumi, karena masih banyak keraguan di kalangan guru matematika apakah konstruktivisme dapat meningkatkan pencapaian kompetensi siswa. Keraguan lain utamanya terletak pada pribadi guru sendiri apakah mampu mengembangkan pembelajaran itu. Namun, keraguan tersebut akan terus menjadi keraguan apabila kita tidak berani mencoba menguji dalam pembelajaran matematika kita.
Beberapa keberhasilan yang telah ditunjukkan oleh para pengembang pembelajaran matematika yang beracuan pada konstruktivisme adalah Herlina (2003), Sa’dijah (2006).
Hasil penelitian Herlina (2003:iv) menunjukkan bahwa pendekatan konstruktivisme dalam perkuliahan matakuliah Fisika Matematika dapat meningkatkan aktivitas dan konsepsi mahasiswa dan pada umumnya mahasiswa sangat antusias.
Sa’dijah (2006:111-122) telah mengembangkan model pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme (PMBK) dan didukung dengan perangkat pembelajaran yang mendukung model pembelajaran tersebut. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Malang pada tahun 2003, yakni materi Bilangan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran yang dikembangkan memenuhi kriteria efektif, karena kemampuan guru mengelola pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme baik, persentase rata-rata aktivitas siswa dalam tugas dan kegiatan pembelajaran matematika sesuai model mencapai lebih dari 85%, rata-rata hasil pekerjaan siswa pada LKS bernilai baik, rata-rata hasil tes matematika siswa bernilai baik, guru dan siswa memberikan respon positif terhadap pembelaran yang menggunakan model PMBK. Kedua hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan konstruktivistik memberikan hasil yang positif dan layak dikembangkan di sekolah kita dalam materi matematika yang sama atau lainnya.
Menyadari bahwa karakteristik anak didik kita dalam tingkatan intelektual dan gaya belajar yang beragam, yang berakibat pada perbedaan kemampuan dan kecepatan mereka menuntaskan tugas-tugas belajarnya, maka pandangan konstruktivisme adalah relevan diterapkan dalam pembelajaran matematika. Belajar matematika adalah masalah membangun pemahaman dan pengertian terhadap materi matematika. Yang harus melakukan belajar adalah anak didik sendiri baik secara individual atau dengan bantuan teman atau gurunya. Mereka sendiri yang harus melakukan upaya membangun pemahamannya tersebut, teman yang lebih mampu atau gurunya sebatas memberikan bantuan hingga mereka mampu menyelesaikan sendiri tugas-tugas belajarnya untuk mendapatkan pengetahuan konseptual ilmiahnya berdasarkan pengetahuan spontannya.
A. Prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme
Pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme (disarikan dari Suparno, 1997) dikembangkan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
  1. Pengetahuan bagi individu adalah hasil konstruksi individu sendiri.
  2. Individu dapat mengonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomen, pengalaman, dan lingkungannya.
  3. Pengetahuan yang benar apabila pengetahuan hasil konstruksi itu dapat digunakan untuk memecahkan masalah atau fenomen yang relevan.
  4. Pengetahuan tidak dapat ditransfer oleh seseorang dari orang lain, melainkan melalui proses interpretasinya masing-masing.
  5. Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara personal maupun sosial.
  6. Perubahan konsep ke arah yang lebih rinci, lengkap, dan ilmiah terjadi apabila proses konstruksi berlangsung terus menerus.
  7. Peran guru dalam pembelajaran beracuan konstruktivisme adalah sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi pengetahuan berjalan dengan baik.
  8. Pengetahuan individu tersimpan dalam struktur kognitifnya, didapat melalui proses mengonstruksi secara fisik dan mental dalam lingkungan fisik dan sosial.
  9. Pengetahuan hasil konstruksi sebagai struktur kognitif individu, tertanam sebagai struktur logis dan matematis yang bersifat abstrak berasal dari dua kemungkinan abstraksi, yaitu (1) abstraksi dari objek secara langsung yang menghasilkan pengetahuan empiris atau eksperimental, dan (2) abstraksi atas dasar koordinasi, relasi, operasi, penggunaan, yang tidak langsung keluar dari sifat-sifat objek.
  10. Pengetahuan baru dapat dengan mudah dikonstruksi oleh individu apabila terjadi asosiasi dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Dengan demikian, tugas guru adalah membangkitkan kembali pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa.
Pengetahuan baru akan lebih mudah dikonstruksi oleh siswa apabila diawali dari hal yang konkrit dan ini lebih baik dari pada pengetahuan awal yang