MODEL-MODEL PEMBELAJARAN


Model Pembelajaran

Pola Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivisme
Berdasarkan pendapat dari Horsley (1990), Tobin dan Timon, Yager sebagaimana disarikan Hamzah (2003:7) dan Dahar (1988:193), pola pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme adalah sebagai berikut:
  1. Pembelajaran diawali dengan menggali konsepsi awal yang dimiliki anak, agar anak lebih termotivasi dan mebangkitkan kesadaran pengetahuan matematisnya. Penggalian berguna untuk mempersiapkan diri siswa melakukan proses asimilasi untuk mencapai keseimbangan pada proses selanjutnya.
  2. Pembelajaran tahap berikutnya adalah anak melakukan kegiatan eksplorasi dengan kehadiran objek riil, untuk mengenal ciri-ciri dan sifat-sifat fisik secara langsung dan memberikan perlakuan terhadap objek itu. Dengan perlakuan dan operasi, relasi, koordinasi terhadap penggunaan objek riil akan didapatkan abstraksi logis dan matematis.
  3. Tahap konstruksi lebih lanjut melalui aktivitas interaksi antar siswa dalam kelompok kecil atau kelompok besar, dalam diskusi saling bertukar ide untuk menyusun persetujuan pengetahuan yang dikonstruksinya.
  4. Tahap pemantapan konstruksi pengetahuan melalui situasi yang memungkinkan siswa menerapkan pengetahuan atau menguji pengetahuannya.

  1. Karakteristik Pembelajaran
Enam karakteristik pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme sebagaimana disarikan oleh Sa’dijah (2006:113) adalah sebagai berikut:
  1. Karakteristik Pertama. Mengaitkan pembelajaran dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa sehingga pengetahuan akan dikonstruksi siswa secara bermakna. Penyediaan pengalaman belajar yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki siswa adalah perlu dilakukan.
  2. Karakteristik Kedua. Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan, sehingga siswa terlibat secara emosional dan sosial. Yang bisa dilakukan bagi siswa adalah penyediaan pengalaman belajar atau tugas-tugas matematika yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
  3. Karakteristik Ketiga. Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar. Yang dapat dilakukan sesuai karakteristik ini adalah memberikan pertanyaan terbuka, menyediaakan masalah yang dapat diselesaikan dengan berbagai cara atau multi solusi.
  4. Karakteristik Keempat. Mendorong interaksi dan kerjasama dengan orang lain atau lingkungannya. Mendorong terjadinya proses konstruksi pengetahuan baru yang dipelajarinya.
  5. Mendorong penggunaan berbagai representasi idea, misal dalam bentuk benda konkrit, bentuk gambar benda, simbol gambar, simbol, dan bahasa.
  6. Karakteristik Keenam. Mendorong peningkatan kesadaran siswa dalam proses pembentukan pengetahuan melalui refleksi diri. Refleksi diri yang menjelaskan mengapa dan bagaimana pengetahuannya dikonstruksi atau suatu masalah dipecahkan, mengomunikasikan konsep-konsep yang sudah atau yang belum diketahui secara lisan atau tertulis.

  1. Sintaks Model Pembelajaran
Model pembelajaran matematika beracuan konstruktivisme sebagaimana dikembangkan Sa’dijah (2006:116-117) terdiri dari lima fase, yaitu:
  1. Fase Pertama: Fase Kesadaran. Fase kesadaran dilakukan dengan penyediaan sumber belajar realistik yang relevan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa, agar pengetahuan matematisnya tumbuh dan bangkit. Selain itu melalui pertanyaan lisan atau tertulis, siswa dapat mengungkapkan pengetahuannya, ide-idenya tanpa diiringi oleh pembetulan oleh guru.
  2. Fase Kedua: Fase Operasional. Fase mencari solusi atas masalah yang diajukan. Pencarian solusi dilakukan dengan bereksplorasi dari objek realistik yang disajikan, mengamati, memperagakan, mensimulasikan, meneliti, percobaan, untuk mendapatkan data-data yang dapat dianalisis, kemudian dapat diabstraksi sebagai pengetahuan atau struktur logis matematis. Yang dapat ditanamkan kepada siswa pada saat eksplorasi antara lain: alasan-alasan melakukan eksplorasi ide baru, mengenalkan konsep matematis.
  3. Fase ketiga: Mediatif. Sebuah kegiatan yang dapat terintegrasi pada fase-fase lainnya, bergantung pada kondisi anak (individu atau kelompok)
  4. Fase Keempat: Fase Reflektif. Fase reflektif dilakukan untuk mengungkapkan kembali pengalaman belajar individu sebelumnya dalam diskusi kelompok. Secara kooperatif dalam kelompok kecil siswa dapat berdialog, berkomunikasi, bertukar dan saling memperkuat ide-idenya.
  5. Fase Kelima: Fase Penyusunan Persetujuan. Tahap mengonstruksi pengetahuan lebih lanjut dilakukan dengan refleksi dalam ruang lingkup kelas untuk melakukan pengujian dan penyusunan kembali pengetahuan matematikanya yang sudah dikonstruksi pada fase sebelumnya.