Minggu, 15 Januari 2012

Problem Based Learning


Pembelajaran Berbasis Masalah
A.      Pengertian
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu siswa memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi siswa, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan siswa dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada siswa, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar siswa. Siswa menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada siswa untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, siswa lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, siswa lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu model pembelajaran vang, melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.
Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari siswa, peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.
B.  Ciri-ciri Khusus Pembelajaran Berbasis Masalah
Ø Pengajuan pertanyaan atau masalah
Ø Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Ø Penyelidikan autentik
Ø Menghasilkan produk dan memamerkannya
Ø Kolaborasi
C. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah
Ø Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.
Ø Belajar peranan orang dewasa yang autentik.
Ø Menjadi pembelajar yang mandiri.

Pendekatan pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan:
Menyusun masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point) pembelajaran. Masalah dipilih yang penting dan relevan bagi siswa, serta membutuhkan penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah pada bahan pelajaran.
2. Orientasi (pengenalan):
a. Menyajikan masalah di kelas.
b. Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin tahu siswa pada masalah.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami situasi atau maksud masalah.
3. Eksplorasi (penjelajahan):
Memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan sendiri oleh siswa. Masalah boleh dipecahkan siswa secara pribadi atau dalam kerjasama dengan siswa lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya dengan menjadi pendengar yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran sejauh diperlukan.
4. Negosiasi (perundingan):
Mendorong para siswa untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan masalah, sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat diterima oleh komunitas kelas.
5. Integrasi (pemaduan):
a. Memandu siswa untuk merefleksikan proses pemecahan masalah.
b. Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pemecahan masalah.
c. Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga tersusun jaringan/organisasi pengetahuan yang baru.


Contextual Teaching Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep minimal tiga hal yang terkandung di dalamnya. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat tujuh komponen penting dalam pembelajaran menggunakan CTL yaitu konstruktivisme, menemukan (inquiry), bertanya (questioning),masyarakat belajar, pemodelan,refleksi (reflection), penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).
Konstruktivisme
Para ahli konstruktivis mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan tugas-tugas di kelas maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif (Tim MKPBM 2001 hl.71). Dalam kelas konstruktivis, seorang guru tidak mengajarkan kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan namun mempresentasikan masalah dan mengencourage (mendorong) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk tidak mengatakan jawabannya benar atau salah. Namun guru mendorong siswa untuk setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide tentang sesuatu yang sesuai dengan akal nya. Pada kelas konstruktivis, siswa diberdayakan pengetahuannnya yang ada dalam diri mereka, berbagi strategi, penyelesaian debat antar mereka, berfikir secara kritis tentang cara terbaik dalam menyelesaikan setiap masalah.
 Menemukan (Inquiry)
Metode inkuiri ini dapat dirancang penggunaannya oleh guru menurut kemampuan siswa atau menurut tingkat perkembangan intelektual siswa. Sifat  aktif dan rasa ingin tahu yang besar dari siswa untuk terlibat dalam suatu situasi secara utuh dan reflek terhadap sesuatu proses dan hasil-hasil yang ditemukan merupakan potensi dan pendukung untuk menerapkan metode inkuiri dalam pembelajaran.
Metode pembelajaran inkuiri, menurut Erman Suherman (2001), terdiri dari empat tahap yaitu:
1.      Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan, teka-teki, dan lain-lain.
2.      Sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menentukan prosedur mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukannya untuk memecahkan pertanyaan atau masalah. Siswa bekerja sendiri-sendiri atau berkelompok.
3.      Siswa menghayati tentang pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuiri yang baru dilaksanakan.
4.      Siswa menganalisis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode umum yang dapat diterapkannya ke situasi lain.
Batasan pendekatan inkuiri adalah kegiatan penemuan yang dilakukan siswa sendiri mulai dari merumuskan masalah, mengumpulkan data/informasi, menganalisis, menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, tabel, dll, serta mengkomunikasikannya kepada pihak lain
Bertanya (Questioning)
      Satu hal yang terpenting dalam pembelajaran kontekstual adalah bertanya (questioning) . Dalam kenyataannya mengajukan pertanyaan atau bertanya adalah pusat aktivitas dalam sebagian besar strategi belajar mengajar dan dalam prosedur hasil belajar . Strategi bertanya dapat bermanfaat dan digunakan dalam mempertemukan sejumlah tujuan belajar yang banyak dan bervariasi baik dalam strategi pembelajaran berkelompok maupun pembelajaran secara individual. 
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya dapat digunakan untuk hal-hal berikut, yaitu:
a.         Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
b.        Mengecek pemahaman siswa
c.         Membangkitkan respon kepada siswa
d.        Mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa
e.         Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
f.         Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
g.        Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
h.        Menyegarkan kembali pengetahuan siswa

Masyarakat belajar
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasi belajardiperoleh dari hasil kerjasama dfengan orang lain, baik melalui perorangan maupun kelompok orang, dari dalam kelas,sekitar kelas, di luar kelas, di lingkungan sekolah, lingkungan rumah, ataupun di luar sana. Dalam pelaksanaan CTL gurudisarankan untuk membentuk kelompok belajar agar siswa membentuk masyarakat belajar untuk saling berbagi,membantu, mendorong, menghargai, atau membantu.

Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam hal ini dimaksudkan sebagai media atau alat pembelajaran yang digunakan guru dalam mengkaitkan materi pelajaran dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar. Pemodelan akan lebih mengefektifkan pelaksanaan CTL untuk ditiru, diadaptasi, atau dimodifikasi. Dengan adanya model untuk dicontoh biasanya konsep akan lebih mudah dipahamiatau bahkan bisa menimbulkan ide baru. Pemodelan dalam matematika, misalnya mempelajari contoh penyelesaiansoal, penggunaan alat peraga, cara menemukan kata kunci dalam suatu bacaan, atau cara membuat skema konsep. Pemodelan tidak selalu oleh guru, bisa juga oleh siswa atau media lainnya.(Suherman, 2001)

Refleksi (reflection)
Refleksi adalah berpikir kembali tentangmateri yang baru dipelajari, merenungkan kembali aktivitas yang telah dilakukan, atau mengevaluasi kembali bagaimanabelajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna untuk evaluasi diri, koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Membuat rangkuman, meneliti dan memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara belajar (learning how to learn), dan membuat jurnal pembelajaran adalah contoh kegiatan refleksi.Refleksi digunakan pada saat akhir pelajaran,yang merupakan respon terhadap kejadian atau kegiatan proses pembelajaran.
Realisasinya  dapat berupa:
a.Pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh siswa hari itu
b.Catatan atau jurnal di buku siswa
c.Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu
d.Diskusi
e.Hasil karya

Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
Salah satu kegiatan penting dalam persiapan pembelajaran sebuah materi atau topic adalah menentukan tujuan dan ujung kegiatan intinya adalah mengukur apa yang telah dipelajari siswa melalui kegiatan penilaian (TIM MKPBM, 2001 hl. 186). Assesment adalah penilaian yang dilakukan secara komprehensif berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran, meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukannya mendapat penghargaan. Hakekat penilaian yang diwujudkan berupa nilai yang merupakan penilaian atas usaha siswa yang berkenaan dengan pembelajaran, bukan merupakan hukuman. Penilaian otentik semestinya dilakukan dari berbagai aspek dan metode sehingga objektif. Misalnya membuat catatan harian melalui observasi untuk menilai aktivitas dan motivasi, wawancara atau angket untuk menilai aspek afektif, porto folio untuk menilai seleruh hasil kerja siswa, tes untuk menilai tingkat peguasaan siswa terhadap materi bahan ajar

DAFTAR PUSTAKA

Suherman, Erman. (2001). “Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Matematika”.Educare : Jurnal Pendidikan dan Budaya.
TIM MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika.(2001) “Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer”. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

Sabtu, 14 Januari 2012

Desain Pembelajaran


Teori Belajar Gestalt
Istilah “Gestalt” mengacu pada sebuah objek/figur yang utuh dan berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya.
Aliran Gestalt muncul di Jerman sebagai kritik terhadap strukturalisme Wundt. Pandangan Gestalt menolak analisis dan penguraian jiwa ke dalam elemen-elemen yang lebih kecil karena dengan demikian, makna dari jiwa itu sendiri berubah sebab bentuk kesatuannya juga hilang.
A. Latar Belakang
Ø  Kelompok Wuerzburg.
Selain kelompok Wundt, di Jerman berkembang lagi sebuah kelompok intelektual yang ikatannya tidak sekuat kelompok Wundt, namun merasa tidak puas dengan pandangan Wundt. Aliran ini menekankan bahwa aktivitas mental dapat diwujudkan dalam kesadaran nonsensoris, merupakan awal pemikiran ttg higher mental process. Mind memiliki kategori-kategorinya sendiri, dan mampu membentuk organisasi mental, tidak harus muncul dalam bentuk aktivitas sensoris. Bentuk nyata dari pengorganisasian ini adalah pola-pola dari persepsi.
Ø  Pendekatan fenomenologis.
Pendekatan ini memfokuskan pada observasi dan deskripsi detil dari gejala yang muncul, tanpa perlu menjelaskan latar belakang gejala atau menyimpulkan sesuatu dari gejala tersebut. Sehubungan dengan pandangan gestalt, pendekatan fenomenologis dari Edmund Husserl (1859 – 1938) sangat berpengaruh, observasi dan deskripsi detil mengenai aktivitas mental yang dirasakan individu.
B. Tokoh Gestalt
Ø   Max Wertheimer (1880-1943)
Belajar pada Kuelpe, seorang tokoh aliran Wuerzburg. Bersama-sama dengan Wolfgang Koehler (1887-1967) dan Kurt Koffka (1887-1941) melakukan eksperimen yang akhirnya menelurkan ide Gestalt. Tahun 1910 ia mengajar di Univeristy of Frankfurt bersama-sama dnegan Koehler dan Koffka yang saat itu sudah menjadi asisten di sana. Konsep pentingnya : phi phenomenon (bergeraknya obyek statis menjadi rangkaian gerakan yang dinamis setelah dimunculkan dalam waktu singkat dan dengan demikian memungkinkan manusia melakukan interpretasi). Dengan konsep ini, Wertheimer menunjuk pada proses interpretasi dari sensasi obyektif yang kita terima. Proses ini terjadi di otak dan sama sekali bukan proses fisik, tetapi proses mental. Dengan pernyataan ini ia menentang pendapat Wundt yang menunjuk pada proses fisik sebagai penjelasan phi phenomenon.
C. Prinsip dasar Gestalt.
Adapun prinsip dasar Gestalt yaitu :
1.      Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang dibentuk.
2.      Prinsip-prinsip pengorganisasian:
o   Principle of Proximity: Organisasi berdasarkan kedekatan elemen
o            Principle of Similarity: Organisasi berdasarkan kesamaan elemen
o   Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya
o            Principle of Continuity: Organisasi berdasarkan kesinambungan pola
o   Principle of Closure/ Principle of Good Form: Organisasi berdasarkan “bentuk yang sempurna”
o   Principle of Figure and Ground: Organisasi berdasarkan persepsi terhadap bentuk yang lebih menonjol dan dianggap sebagai “figure”. Dimensi penting dalam persepsi figur dan obyek adalah hubungan antara bagian dan figure, bukan karakteristik dari bagian itu sendiri. Meskipun aspek bagian berubah, asalkan hubungan bagian-figure tetap, persepsi akan tetap. Contoh : perubahan nada tidak akan merubah persepsi tentang melodi.
o   Principle of Isomorphism: Organisasi berdasarkan konteks.
D. Aplikasi prinsip Gestalt
Ø  Belajar
Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a.Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
b.Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan  dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna  yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c.Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah  aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
d.Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e.Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek  dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi  apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain.  Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya
Ø  Insight
Pemecahan masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Koehler dalam eksperimen yang sistematis.
Ø  Memory
Hasil persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh gosip/rumor.
Pandangan Gestalt cukup luas diakui di Jerman namun tidak lama exist di Jerman karena mulai didesak oleh pengaruh kekuasaan Hitler yang berwawasan sempit mengenai keilmuan. Para tokoh Gestalt banyak yang melarikan diri ke AS dan berusaha mengembangkan idenya di sana. Namun hal ini idak mudah dilakukan karena pada saat itu di AS didominasi oleh pandangan behaviorisme. Akibatnya psikologi gestalt diakui sebagai sebuah aliran psikologi namun pengaruhnya tidak sekuat behaviorisme.
Meskipun demikian, ada beberapa hal yang patut dicatat sebagai implikasi dari aliran Gestalt.
E. Implikasi Gestalt
Ø  Pendekatan fenomenologis menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi dan dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena abstrak, namun tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya.
Ø  Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme dengan menyumbangkan ide untuk menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process. Adanya perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana proses-proses mental seperti persepsi, insight,dan problem solving beroperasi. Tokoh : Tolman dan Koehler.
 Kurt Lewin (1890-1947)
         Pandangan Gestalt diaplikasikan dalam field psychology dari Kurt Lewin. Lewin adalah salah seorang ahli yang sangat kuat menganjurkan pemahaman tentang lapangan psikologis seseorang. Lewin lahir di Jerman, lulus Ph.D dari University of Berlin dalam bidang psikologi thn 1914. Ia banyak terlibat dengan pemikir Gestalt, yaitu Wertheimer dan Koehler dan mengambil konsep psychological field juga dari Gestalt. Pada saat Hitler berkuasa Lewin meninggalkan Jerman dan melanjutkan karirnya di Amerika Serikat. Ia menjadi professor di Cornell University dan menjadi Director of the Research Center for Group Dynamics di Massacusetts Institute of Technology (MIT) hingga akhir hayatnya di usia 56 tahun.
             Konsep utama Lewin adalah Life Space, yaitu lapangan psikologis tempat individu berada dan bergerak. Lapangan psikologis ini terdiri dari fakta dan obyek psikologis yang bermakna dan menentukan perilaku individu (B=f L). Tugas utama psikologi adlaah meramalkan perilaku individu berdasarkan semua fakta psikologis yang eksis dalam lapangan psikologisnya pada waktu tertentu. Life space terbagi atas bagian-bagian memiliki batas-batas. Batas ini dapat dipahamis ebagai sebuah hambatan individu untuk mencapai tujuannya (lihat fig.11 hal 251). Gerakan individu mencapai tujuan (goal) disebut locomotion.
             Dalam lapangan psikologis ini juga terjadi daya (forces) yang menarik dan mendorong individu mendekati dan menjauhi tujuan. Apabila terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium), maka terjadi ketegangan (tension). Perilaku individu akan segera tertuju untuk meredakan ketegangan ini dan mengembalikan keseimbangan.
              Apabila individu menghadapi suatu obyek, maka bagaimana valensi dari nilai tersebut bagi si individu akan menentukan gerakan individu. Pada umumnnya individu akan mendekati obyek yang bervalensi positif dan menjauhi obyek yang bervalensi negatif. Dalam usahanya mendekati obyek bervalensi positif, sangat mungkin ada hambatan. Hambatan ini mungkin sekali menjadi obyek yang bervalensi negatif bagi individu. Arah individu mendekati/menjauhi tujuan disebut vektor. Vektor juga memiliki kekuatan dan titik awal berangkat. Dengan konsep vektor, daya, dan valensi ini Lewin menjelaskan teorinya mengenai tiga jenis konflik (approach-approach, approach-avoidance, dan avoidance-avoidance).
            Aplikasi teori Lewin banyak dilakukan dalam konteks dinamika kelompok. Dasar berpikirnya adalah kelompok dianalogikan dengan individu. Maka perilaku kelompok menjadi fungsi dari lingkungan, dimana salah satu faktornya adalah para anggota kelompok dan hubungan interpersonal mereka. Apabila hubungan ini bervalensi negatif, maka perilaku anggota akan menjauhinya dan dengan demikian tujuan kelompok semakin tidak tercapai. Sebaliknya, hubungan yang baik akan membuat anggota saling mendekati sehingga memungkinkan kerjasama yang lebih baik dalam mencapai tujuan kelompok. Kritik untuk teori Lewin berfokus pada konstruk-konstruknya yang dianggap hipotetis dan sulit dikongkritkan dalam situasi eksperimental. Implikasinya adalah penjelasan Lewin sulit sampai pada level explanatory dan sifatnya deskriptif.