Pembelajaran Berbasis Masalah
A.
Pengertian
Pembelajaran
Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah
itu siswa memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan
pembelajaran berbasis masalah (problem-based
learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan
lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan
(bersangkut-paut) bagi siswa, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman
belajar yang lebih realistik (nyata).
Pembelajaran
Berbasis Masalah melibatkan siswa dalam proses pembelajaran yang aktif,
kolaboratif, berpusat kepada siswa, yang mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi
tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks
sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan
kerja kelompok antar siswa. Siswa menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan,
kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran
Berbasis Masalah menyarankan kepada siswa untuk mencari atau menentukan
sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah
memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, siswa
lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau
arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, siswa lebih diperlakukan
sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang
guru.
Pembelajaran
berbasis masalah (Problem-based learning),
selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif
yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBL adalah suatu
model pembelajaran vang, melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah
melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan
yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan
untuk memecahkan masalah.
Untuk
mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan
Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan
masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas,
memunculkan masalah dari siswa, peralatan yang mungkin diperlukan, dan
penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus
mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan
pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.
B. Ciri-ciri Khusus Pembelajaran
Berbasis Masalah
Ø Pengajuan
pertanyaan atau masalah
Ø Berfokus
pada keterkaitan antar disiplin
Ø Penyelidikan
autentik
Ø Menghasilkan
produk dan memamerkannya
Ø Kolaborasi
C. Tujuan Pembelajaran Berbasis
Masalah
Ø Membantu
siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.
Ø Belajar
peranan orang dewasa yang autentik.
Ø Menjadi
pembelajar yang mandiri.
Pendekatan pembelajaran
berbasis masalah dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan:
Menyusun masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point) pembelajaran. Masalah dipilih yang penting dan relevan bagi siswa, serta membutuhkan penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah pada bahan pelajaran.
2. Orientasi (pengenalan):
a. Menyajikan masalah di kelas.
b. Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin tahu siswa pada masalah.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami situasi atau maksud masalah.
3. Eksplorasi (penjelajahan):
Memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan sendiri oleh siswa. Masalah boleh dipecahkan siswa secara pribadi atau dalam kerjasama dengan siswa lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya dengan menjadi pendengar yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran sejauh diperlukan.
4. Negosiasi (perundingan):
Mendorong para siswa untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan masalah, sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat diterima oleh komunitas kelas.
5. Integrasi (pemaduan):
a. Memandu siswa untuk merefleksikan proses pemecahan masalah.
b. Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pemecahan masalah.
c. Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga tersusun jaringan/organisasi pengetahuan yang baru.
1. Persiapan:
Menyusun masalah yang akan dijadikan titik pangkal (starting point) pembelajaran. Masalah dipilih yang penting dan relevan bagi siswa, serta membutuhkan penerapan gagasan atau tindakan yang terkait dengan atau mengarah pada bahan pelajaran.
2. Orientasi (pengenalan):
a. Menyajikan masalah di kelas.
b. Membangkitkan ketertarikan atau rasa ingin tahu siswa pada masalah.
c. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memahami situasi atau maksud masalah.
3. Eksplorasi (penjelajahan):
Memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah dengan strategi yang diciptakan sendiri oleh siswa. Masalah boleh dipecahkan siswa secara pribadi atau dalam kerjasama dengan siswa lain. Guru memberi dukungan bagi usaha mereka, misalnya dengan menjadi pendengar yang penuh perhatian atau memberi bantuan atau saran sejauh diperlukan.
4. Negosiasi (perundingan):
Mendorong para siswa untuk mengkomunikasikan dan mendiskusikan proses dan hasil pemecahan masalah, sehingga diperoleh gagasan-gagasan atau tindakan-tindakan yang dapat diterima oleh komunitas kelas.
5. Integrasi (pemaduan):
a. Memandu siswa untuk merefleksikan proses pemecahan masalah.
b. Mengidentifikasi dan merumuskan hasil-hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pemecahan masalah.
c. Mengkaitkan hasil-hasil belajar itu dengan pengetahuan sebelumnya, sehingga tersusun jaringan/organisasi pengetahuan yang baru.
Contextual Teaching Learning (CTL)
Contextual
Teaching and Learning
(CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses
keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari
dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep minimal tiga hal yang
terkandung di dalamnya. Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan
siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan
hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya
siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di
sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu
dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat tujuh komponen penting dalam pembelajaran
menggunakan CTL yaitu konstruktivisme, menemukan (inquiry), bertanya (questioning),masyarakat
belajar, pemodelan,refleksi (reflection), penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).
Konstruktivisme
Para
ahli konstruktivis mengatakan bahwa ketika siswa mencoba menyelesaikan
tugas-tugas di kelas maka pengetahuan matematika dikonstruksi secara aktif (Tim
MKPBM 2001 hl.71). Dalam kelas konstruktivis, seorang guru tidak mengajarkan
kepada anak bagaimana menyelesaikan persoalan namun mempresentasikan masalah
dan mengencourage (mendorong) siswa untuk menemukan cara mereka sendiri dalam
menyelesaikan permasalahan. Ketika siswa memberikan jawaban, guru mencoba untuk
tidak mengatakan jawabannya benar atau salah. Namun guru mendorong siswa untuk
setuju atau tidak setuju kepada ide seseorang dan saling tukar menukar ide tentang
sesuatu yang sesuai dengan akal nya. Pada kelas konstruktivis, siswa
diberdayakan pengetahuannnya yang ada dalam diri mereka, berbagi strategi,
penyelesaian debat antar mereka, berfikir secara kritis tentang cara terbaik
dalam menyelesaikan setiap masalah.
Menemukan (Inquiry)
Metode inkuiri
ini dapat dirancang penggunaannya oleh guru menurut kemampuan siswa atau
menurut tingkat perkembangan intelektual siswa. Sifat aktif dan rasa ingin tahu yang besar dari
siswa untuk terlibat dalam suatu situasi secara utuh dan reflek terhadap
sesuatu proses dan hasil-hasil yang ditemukan merupakan potensi dan pendukung
untuk menerapkan metode inkuiri dalam pembelajaran.
Metode
pembelajaran inkuiri, menurut Erman Suherman (2001), terdiri dari empat tahap
yaitu:
1.
Guru merangsang siswa dengan pertanyaan,
masalah, permainan, teka-teki, dan lain-lain.
2.
Sebagai jawaban atas rangsangan yang
diterimanya, siswa menentukan prosedur mencari dan mengumpulkan informasi atau
data yang diperlukannya untuk memecahkan pertanyaan atau masalah. Siswa bekerja
sendiri-sendiri atau berkelompok.
3.
Siswa menghayati tentang pengetahuan
yang diperolehnya dengan inkuiri yang baru dilaksanakan.
4.
Siswa menganalisis metode inkuiri dan
prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode umum yang dapat diterapkannya ke
situasi lain.
Batasan
pendekatan inkuiri adalah kegiatan penemuan yang dilakukan siswa sendiri mulai
dari merumuskan masalah, mengumpulkan data/informasi, menganalisis, menyajikan
hasil dalam bentuk tulisan, gambar, tabel, dll, serta mengkomunikasikannya
kepada pihak lain
Bertanya (Questioning)
Satu
hal yang terpenting dalam pembelajaran kontekstual adalah bertanya (questioning) . Dalam kenyataannya
mengajukan pertanyaan atau bertanya adalah pusat aktivitas dalam sebagian besar
strategi belajar mengajar dan dalam prosedur hasil belajar . Strategi bertanya
dapat bermanfaat dan digunakan dalam mempertemukan sejumlah tujuan belajar yang
banyak dan bervariasi baik dalam strategi pembelajaran berkelompok maupun
pembelajaran secara individual.
Dalam
pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya dapat digunakan untuk hal-hal
berikut, yaitu:
a.
Menggali
informasi, baik administrasi maupun akademis
b.
Mengecek
pemahaman siswa
c.
Membangkitkan
respon kepada siswa
d.
Mengetahui
sejauhmana keingintahuan siswa
e.
Mengetahui
hal-hal yang sudah diketahui siswa
f.
Memfokuskan
perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
g.
Membangkitkan
lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
h.
Menyegarkan
kembali pengetahuan siswa
Masyarakat belajar
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasi
belajardiperoleh dari hasil kerjasama dfengan orang lain, baik melalui
perorangan maupun kelompok orang, dari dalam kelas,sekitar kelas, di luar
kelas, di lingkungan sekolah, lingkungan rumah, ataupun di luar sana. Dalam
pelaksanaan CTL gurudisarankan untuk membentuk kelompok belajar agar siswa
membentuk masyarakat belajar untuk saling berbagi,membantu, mendorong,
menghargai, atau membantu.
Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam hal
ini dimaksudkan sebagai media atau alat pembelajaran yang digunakan guru dalam
mengkaitkan materi pelajaran dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat
dirancang dengan melibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar. Pemodelan
akan lebih mengefektifkan pelaksanaan CTL untuk ditiru, diadaptasi, atau
dimodifikasi. Dengan adanya model untuk dicontoh biasanya konsep akan lebih
mudah dipahamiatau bahkan bisa menimbulkan ide baru. Pemodelan dalam
matematika, misalnya mempelajari contoh penyelesaiansoal, penggunaan alat
peraga, cara menemukan kata kunci dalam suatu bacaan, atau cara membuat skema
konsep. Pemodelan tidak selalu oleh guru, bisa juga oleh siswa atau media
lainnya.(Suherman, 2001)
Refleksi (reflection)
Refleksi adalah berpikir kembali tentangmateri yang
baru dipelajari, merenungkan kembali aktivitas yang telah dilakukan, atau
mengevaluasi kembali bagaimanabelajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna
untuk evaluasi diri, koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Membuat rangkuman,
meneliti dan memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara belajar (learning how to learn), dan membuat
jurnal pembelajaran adalah contoh kegiatan refleksi.Refleksi digunakan pada
saat akhir pelajaran,yang merupakan respon terhadap kejadian atau kegiatan
proses pembelajaran.
Realisasinya dapat
berupa:
a.Pernyataan
langsung tentang apa-apa yang diperoleh siswa hari itu
b.Catatan atau
jurnal di buku siswa
c.Kesan dan saran
siswa mengenai pembelajaran hari itu
d.Diskusi
e.Hasil karya
Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment)
Salah satu kegiatan
penting dalam persiapan pembelajaran sebuah materi atau topic adalah menentukan
tujuan dan ujung kegiatan intinya adalah mengukur apa yang telah dipelajari siswa
melalui kegiatan penilaian (TIM MKPBM, 2001 hl. 186). Assesment adalah
penilaian yang dilakukan secara komprehensif berkenaan dengan seluruh aktivitas
pembelajaran, meliputi proses dan produk belajar sehingga seluruh usaha siswa
yang telah dilakukannya mendapat penghargaan. Hakekat penilaian yang diwujudkan
berupa nilai yang merupakan
penilaian atas usaha siswa yang berkenaan dengan pembelajaran, bukan merupakan
hukuman. Penilaian otentik semestinya dilakukan dari berbagai aspek dan metode
sehingga objektif. Misalnya membuat catatan harian melalui observasi untuk
menilai aktivitas dan motivasi, wawancara atau angket untuk menilai aspek
afektif, porto folio untuk menilai seleruh hasil kerja siswa, tes untuk menilai
tingkat peguasaan siswa terhadap materi bahan ajar
DAFTAR
PUSTAKA
Suherman, Erman. (2001).
“Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran Matematika”.Educare : Jurnal
Pendidikan dan Budaya.
TIM MKPBM Jurusan
Pendidikan Matematika.(2001) “Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer”.
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan
Indonesia.